Pada 2010, Pemerintah Desa Sri Wangi mengajukan usulan hutan desa melalui Bupati Kapuas Hulu yang lalu meneruskannya ke Kementerian Kehutanan. Usulan hutan desa tersebut masih tergabung dengan usulan hutan desa Nanga Jemah sebab pada masa tersebut, Desa Sri Wangi dan Desa Nanga Jemah masih berada dalam satu wilayah administratif “Dusun Nanga Jemah”.
Tahun 2012, pihak Kementerian Kehutanan RI, Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, Dinas Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, melakukan survei lokasi hutan sebagai syarat untuk mendapatkan Penetapan Areal Kerja (PAK).
Flora Fauna Indonesia (FFI) ikut mendampingi kegiatan survei. FFI juga yang kemudian dalam satu tahun ke depannya (2012-2013) melakukan pendampingan kepada masyarakat melalui program pengusulan hutan desa. Beberapa pendampingan terkait peningkatan kapasitas mayarakat juga diselenggarakan.
Tahun 2014-2015, Yayasan PRCF Indonesia, melalui skema pendanaan TFCA Siklus I, mendampingi masyarakat dalam prgram penataan ruang, pemasangan patok batas dan titik kordinat hutan desa. Pengajuan PAK kepada Gubernur Kalimanatan Barat juga dilakukan sebagai lanjutan dari program sebelumnya.
Tahun 2016 -2018, dilakukan program terkait perlindungan dan pengelolaan hutan desa. Program tersebut difasilitasi oleh skema konsersium, terdiri dari lembaga Aliansi Organik Indonesia (AOI), PRCFI, Lembaga Energi Hijau (LEH) dan Bambu Bos. Salah satu bentuk program yang dilakukan melalui skema ini adalah pengembangan pertanian organik.